Selasa, 5 Februari 2008

Mencintai Allah

"Katakan (wahai Muhammad) apabila bapa-bapaku, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, keluarga besarmu, harta yang kamu cari, perdagangan yang kamu khawatir kerugiannya dan tempat tinggal yang disenanginya, lebih kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya dan berjuang di jalan-Nya, maka tunggulah saat Allah mendatangkan keputusan-Nya." (QS. At-Taubah:24)

Pendahuluan

Alhamdulillah kita telah dijadikan sebagai hamba-hamba muslim yang berserah diri kepada-Nya dengan menyatakan Laailaha illallah wa anna Muhammad Rasulullah. Walaubagaimanapun, masih ramai antara kita yang masih belum selari antara perbuatannya dengan pernyataannya (syahadatain). Kita menyatakan mencintai Allah, kenyataannya lebih mencintai hawa nafsu kita, sehingga tidak sedikit ajaran Allah yang kita langgar. Bahkan lebih dari itu mepertuhankan kebendaan dengan cara mencintainya melebihi cinta kita kepada Allah. Oleh kerana itu Allah memperingatkan hal tersebut dalam Al-Quran surah Al-Baqarah:165, "Sungguh orang beriman lebih mencintai Allah daripada yang lainnya."

Definisi cinta menurut terminologi bahasa adalah kecenderungan atau keberpihakan. Sementara menurut terminologi syara' adalah keberpihakan kepada yang dicintai sehingga mengikuti apa yang dia kehendaki dan meninggalkan apa yang tidak dia sukai, baik secara terang-terangan atau tersembunyi.

Hal-hal yang dapat memalingkan cinta kita kepada Allah, seperti yang disebut dalam Al-Quran surah Ali-‘Imran, "Dihiasi bagi manusia cinta kepada hawa nafsunya daripada wanita, anak-anak, kumpulan emas dan perak, kuda berwarna (kendaraan), ternakan, pertanian, itulah isi dari kehidupan dunia, dan Allah memiliki tempat kembali yang labih baik"

Di atas disebutkan enam bahagian yang apabila dicintai oleh manusia melebihi cintanya kepada Allah atau mengikuti kehendak mereka sampai mengingkari kehendak Allah, maka bererti telah mepertuhankan hal-hal tersebut, ini sangat merbahaya. Lebih tegas lagi Allah memperingatkan dalam surah At-Taubah:24, "Katakan (wahai Muhammad) apabila bapa-bapamu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, keluarga besarmu, harta yang kamu cari, perdagangan yang kamu khawatir kerugiannya dan tempat tinggal yang disenanginya, lebih kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya dan berjuang di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya."

Bagaimana Kita Mencintai Allah

Dalam upaya mencintai Allah, kita harus mengenalnya dengan baik sesuai dengan dalil-dalil daripada Al-Quran dan sunnah Rasulullah saw, baik kaitannya dengan rububiyyah-Nya atau uluhiyyah-Nya atau asma' dan sifat-sifat-Nya, kemudian mengenal hukum-hukum-Nya, baik perintah mahupun larangan.

Seorang dikatakan mencintai Allah apabila memenuhi empat syarat:

1. Berbuat sesuai dengan kehendak Allah, dengan menjalankan perintah-perintah-Nya.

2. Meninggalkan seluruh larangan-Nya baik secara zahir mahupun batin.

3. Mencintai orang-orang yang dicintai Allah, iaitu kaum beriman.

4. Membenci mereka yang dibenci Allah, iaitu kaum kafir, fasik dan munafik.

Apa saja yang menghantarkan kita mencintai Allah.

Menurut Ibnul Qayyim, seorang ulama' abad ke-7, ada sepuluh hal yang menyebabkan orang mencintai Allah SWT:

1. Membaca Al-Quran dan memahaminya dengan baik.

2. Mendekatkan diri kepada Allah melalui media solat sunnah sesudah solat wajib.

3. Selalu menyebut dan berzikir dalam segala masa, tempat dan keadaan dengan hati, lisan, dan perbuatan.

4. Mengutamakan kehendak Allah disaat bertentangan dengan keinginan hawa nafsu.

5. Menanamkan di dalam hati asma' dan siaft-sifat Allah SWT, dan memahami maknanya.

6. Memperhatikan kurnia dan kebaikan Allah kepada kita, baik nikmat zahir maupun nikmat batin.

7. Menunduk hati dan diri kepada keagungan Allah.

8. Menyendiri, bermunajat dan membaca kitab suci-Nya, diwaktu malam saat orang sedang lelap tidur.

9. Bergaul dan berkumpul bersama orang-orang soleh, serta mengambil hikmah dan ilmu daripada mereka.

10. Menjauhkan segala sebab-sebab yang dapat menjauhkan kita daripada Allah.

Penyeimbang Cinta Kepada Allah

Untuk mencintai Allah diperlukan penyeimbang. Digambarkan oleh para ulama bahwa cinta itu bagaikan badan burung, sehingga ia tidak mampu terbang kecuali dengan dua sayap. Dua sayap itulah penyeimbang cinta kita kepada Allah, iaitu rasa berharap di satu sisi dan rasa cemas di sisi lain. Rasa berharap akan menimbulkan husnu dzan (berbaik sangka) kepada Allah. Bila kita mengerjakan kebaikan, kita berharap amalan kita itu diterima sebagai amal soleh yang berpahala. Sementara rasa cemas akan mendorong kita melakukan kebaikan, kerana rasa cemas itu kita khuwatir jangan-jangan amalan baik kita tidak diterima Allah kerana ada faktor penghalangnya. Maka apabila ada rasa cemas pada diri seseorang ketika sedang mengerjakan hal-hal wajib, tercermin di dalam benaknya jangan-jangan amalan itu tidak diterima atau kurang sempurna, maka dia terdorong untuk mengerjakan amalan-amalan sunah dan sebagainya. Rasa cemas itu juga yang dapat mencegah seseorang untuk tidak melakukan maksiat dan dosa. Dengan demikian burung yang berbadan cinta, bersayap rasa berharap sebelah kanan dan rasa cemas di sebelah kiri, maka burung itu akan terbang melayang ke langit bersujud dihadapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Wallahu a'lam.

Oleh:
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia


Tiada ulasan: